Muslim yang hidup di negara2 yang mayoritas penduduknya non-Muslim sering berhadapan dengan berbagai pertanyaan dari mereka, baik yang ingin tahu
tentang Islam, atau memang sengaja melontarkan hujatan2, terutama akhir-akhir ini di mana Islam sering diidentikan dengan ajaran terorisme. “Are you not somewhat embarrassed to profess such a religion that is filled with hate and has its history smeared with blood?” tanya seorang teman semasa kuliah. Seorang teman lain berkomentar ketika menonton berita di televisi: “Look at this news, Muslims are killing innocent people again!!”.
Saya masih ingat membaca artikel-artikel di surat kabar, majalah, internet, mendengar dan melihat talk show di radio dan televisi:
"Islam = a path to destruction and violence",
"Islam = uncivilized = chopping off hands, heads",
"Islam = harem = slavery = barbaric",
"Muslims = lazy people = idiots = fanatics",
"Muslims = terrorists = lunatics = killers",
"Muslims eager to invade and conquer non-Muslims",
"Muslims fight and kill everyone who disagree with them",
"Islam = Satan's deception!",
"Islam brings Hell on Earth!", etc.
Ada pula yang bertanya: "Where is the 'good fruit' of this 'good tree'? Where is the peaceful society you are always talking about? Are you guys not allowed to live and enjoy a good peaceful life in this world? Are they just fancy talkings and fantasy in writings?"
Semua di atas tidak ada yang baru. Pertanyaan2 yang pernah saya dengar lebih dari 10 tahun yang lalu kini saya dengar kembali. Anehnya akhir2 ini, tidak sedikit orang2 Islam yang membiarkan saja pertanyaan2 di atas tanpa ada usaha kembali menjawab secara seksama dan bijaksana. Lambat laun bukan hanya non-Muslim yang melontarkan pertanyaan macam ini tapi juga generasi muda Muslim yang sehari2nya berinteraksi dengan mereka di negara2 non-Muslim. Melihat kenyataan di depan mata yang ditambahi komentar2 negatif tentang Islam, lambat laun mereka akan berhadapan dengan dilema dan kebimbangan, apa benar Islam ini dari Tuhan? Ataukah benar seperti yang dituduhkan, Islam ini sebenarnya tipuan setan? Tidak mustahil, seorang yang tadinya tampak "extrim" dalam berIslam, bisa berubah 180 derajat, menjadi "extrim" berada di luar Islam...
Sebagai
Muslim kita percaya bahwa Islam sebagai agama yang benar yang diturunkan dari Tuhan semesta alam. Mengapa kita percaya Islam benar? Apa dasarnya? "Bukankah ajarannya banyak yang tidak masuk akal dan membuat sengsara banyak orang?" tanya seorang non-Muslim lagi. Pada situasi saat ini, di mana kejadian terorisme di berbagai belahan bumi dituduhkan atas
nama Islam, tidak sedikit Muslim yang merasa malu dan bimbang akan kebenaran ajaran agamanya. Adalah merupakan kewajiban setiap Muslim untuk paham dan yakin akan kebenaran iman dalam hatinya, dengan dasar yang solid, tidak dengan dasar yang goyah yang mudah rubuh ditiup berbagai “angin” pemikiran.
Mengapa anda memilih Islam daripada Kristen atau Hare Krisna? Mengapa anda memilih Al Qur'an daripada Bible atau BhagavadGita? Karena analisa pemikiran akal anda sendiri, atau karena mengikuti hati nurani atau perasaan dalam hati? Seorang yang percaya pada kura-kura raksasa yang membawa bumi di punggungnya atau percaya kepada para dewa beranak pinak yang menjelma menjadi raja-raja di bumi, bisa saja merasa imannya membawa ketentraman hatinya, tapi apakah ini berarti iman yang dipercayai benar adanya?
Dalam mencari kebenaran dalam hidup, manusia menggunakan seperangkat panca indera untuk mengamati objek yang ditelitinya, serta menggunakan akal untuk memproses hasil pengamatannya ini. Ketika menganalisa mana agama yang benar, kita menggunakan kedua sarana yang telah diberikan Tuhan ini (Qur’an 17:36). Sungguh merugi orang yang mendasari keimanannya dengan terka2 atau khayalan semata karena masalah keimanan ini berhubungan dengan hidup kita di dunia dan apa yang terjadi setelah mati. Islam mengajarkan kita agar jangan mengikuti terka-terka terutama dalam masalah keimanan (Qur’an 10:36, 53:28, 12:108). Tentunya, setelah kita mencari dan menemukan kebenaran agama yang berasal dari Tuhan, akal kita tunduk kepada Tuhan Sang Pencipta akal itu sendiri. Kita yakin akan kebenaran wahyu sebagai informasi dari-Nya, tidak lagi mendebat atau meragukannya, karena kita akan kembali ke pencarian awal semula. Wahyu inilah yang memberikan cahaya terang kepada penggunaan akal kita (Qur'an 22:8).
Sedikitnya ada enam alasan dasar yang biasa saya ajukan ketika ditanya non-Muslim mengapa saya memilih Islam:
1. Authentic: Kemurnian kitab suci dan sumber ajarannya.
2. Rational: Dasar ajarannya berdasarkan akal sehat.
3. Moral: Ajarannya mengenai kebaikan dan keadilan.
4. Functional: Ajarannya berfungsi dan bermanfaat.
5. Universal: Ajarannya untuk setiap bangsa dan zaman.
6. Miraculous: Mu'jizat ayat2 kitab sucinya.
Berikut beberapa pertanyaan yang sering dilontarkan yang berhubungan dengan alasan2 dasar di atas:
1. Kalau terbukti sumber2 Islam (Al Qur'an dan Hadits) tidak murni atau otentik, berarti Islam bukan agama yang benar?
Suatu agama yang mendasarkan
keyakinan dan ajarannya pada suatu kitab yang tidak jelas asal-usul dan kemurniannya, tidak akan saya anggap sebagai agama yang benar. Apa bedanya agama tsb dengan ajaran filsafat manusia seperti Plato, Socrates, Confucius, dlsb? Yang menjadi pokok ajarannya adalah ide filsafat itu semata, tidak peduli dari mana ide itu berasal, dari Tuhankah atau dari akal manusia. Bagi mereka yang menginginkan agama dari Tuhan tentunya asal usul agama sangat penting untuk diketahui.
Kita sering mengklaim isi Al Qur'an tetap murni, tidak pernah berubah sejak zaman Nabi hingga kini. Begitu pula hadits yang bisa diverifikasi kemurniannya dari generasi ke generasi. Tapi apa dasarnya yang bisa kita berikan kepada non-Muslim yang mempertanyakan klaim ini?
Kemurnian Al Qur’an bisa dibuktikan melalui adanya catatan-catatan historis berupa manuskrip2 kuno, serta riwayat2 dalam banyak kitab sirah dan hadits yang ditulis melalui rantai periwayatan sejak masa hidup Nabi dan para shahabat beliau, yang bisa dicheck alurnya dari orang ke orang, ditambah dengan adanya tradisi penghapalan seluruh isi Qur’an dalam setiap generasi sejak zaman Nabi yang dijaga melalui bacaan setiap shalat, khatam tadarusan setiap bulan khususnya Ramadhan, dan program penghapalan di sekolah-sekolah Islam, sehingga sampai sekarang pun masih bisa dijumpai banyak orang yang menghapalnya di luar kepala.
Kalau ada suatu agama yang mengklaim memiliki kitab suci dari Tuhan yang mengajarkan ajaran kebaikan tapi sumber2 ajarannya sudah tidak jelas sejarahnya, apalagi terbukti tidak murni lagi isinya, tentu kredibilitasnya dipertanyakan. Tetapi sebaliknya, kalau ada agama yang memiliki sumber yang authentic (belum diubah2), tidak bisa langsung disimpulkan agama itu benar dan berasal dari Tuhan, tanpa mempertimbangkan faktor-faktor lainnya.
2. Mengapa
kebenaran Islam didasarkan kepada rasionalitas ajarannya? Bukankah keimanan dan tata cara ibadah tidak bisa dijelaskan oleh akal?
Yang membedakan manusia dengan hewan adalah akal sehatnya, yakni kemampuan berpikir secara logis. Sebagian besar keputusan dalam hidup kita berasal dari proses pemikiran akal. Kita memilih A bukan B, tentu berdasarkan alasan (reason). Consistency (tidak ada pertentangan di dalam ajaran agama) dan factuality (kesesuaian isi ajaran dengan fakta) adalah dua alasan yang bisa kita jadikan dasar ketika melihat rasionalitas ajaran suatu agama.
Bila ayat-ayat Al Qur'an jelas2 saling bertentangan (mengandung kontradiksi/inkonsistensi), tentu orang berakal sehat tidak mau menerima Islam sebagai agama yang benar. Al Qur’an sendiri mengajak pembaca yang meragukannya agar mencari pertentangan di dalamnya (Qur’an 4:82). Selain itu, bila ada ayat-ayat dalam Al Qur'an isinya berlawanan dengan fakta-fakta di dunia nyata, misalnya mengatakan bumi ini datar/ceper seperti uang koin, orang berakal sehat kembali mempertanyakan
kebenaran ajaran Islam (Qur’an 41:53).
Hal ini berbeda dengan ajaran konsep keimanan dan aturan peribadatan yang tidak dapat dibuktikan kesalahannya karena sifatnya yang masih ghaib/misteri (berada diluar jangkauan ilmu empirik manusia yang didasarkan kepada observasi dan proses pemikiran), seperti apa yang terjadi sesudah mati (akhirat), mu’jizat, keadaan alam lain (malaikat, jin), atau aturan ibadah yang secara pintas menurut akal tidak dimengerti maksudnya, hanya bisa direnungkan kemungkinan hikmah-hikmahnya.
Misteri adalah sesuatu yang tidak bisa diverifikasi karena keterbatasan kemampuan observasi kita sebagai manusia, lain halnya dengan irrational yang mengandung logical contradiction. Misalnya, keyakinan “Tuhan itu Maha Kuasa tapi Dia itu juga lemah”, akan dinilai salah oleh akal sehat karena ada kontradiksi di dalamnya. Serupa dengan keyakinan “A itu 100% Tuhan tapi juga 100% manusia” atau “Tuhan itu Maha Esa, tapi Tiga pada saat yang sama”. Meskipun Zat Tuhan merupakan misteri yang tidak bisa dijangkau akal kita, keyakinan2 seperti ini bisa disebut irrational, karena adanya kontradiksi di dalamnya. Tuhan yang tidak diciptakan tidak sama dengan manusia yang diciptakan, dan Satu itu bukan Tiga.
Beda dengan keyakinan terhadap peristiwa mu’jizat2 para Nabi, seperti Isra’ Mi’raj misalnya. Tidaklah mustahil (bisa diterima oleh akal manusia) bahwa Tuhan yang Maha Kuasa tentu mampu memberangkatkan hamba-Nya dengan suatu "teknologi" yang saat ini tidak terjangkau oleh teknologi manusia. Tidak ada kontradiksi di dalam keyakinan seperti ini, sehingga ia bukan merupakan suatu yang irrational atau ditolak akal.
3. Kalau ajaran Islam tidak memiliki nilai-nilai moralitas/kebaikan, apakah berarti Islam itu salah?
Suatu agama yang kitab sucinya masih belum berubah isinya, rasional ajarannya, tapi tidak bermoral, bukanlah suatu agama yang akan diminati oleh setiap orang yang masih memiliki nilai-nilai kebaikan dalam hatinya. Kalau Islam mengajarkan kejahatan, memperkosa, merampok, menzalimi dan membunuh orang yang lemah dan tak bersalah, mengajarkan seorang anak untuk durhaka kepada orang tua yang melahirkan dan membesarkannya sejak kecil, buat apa kita bersusah payah menyiksa hati nurani ini dengan menganutnya?
Islam diturunkan Tuhan pencipta manusia sesuai dengan fitrah manusia yang tidak bertentangan dengan hati nurani yang bersih (Qur'an 30:30). Pada awalnya, hati nurani ini mampu menilai baik dan buruk suatu perbuatan (Qur’an 91:7-8), tapi dalam perjalanan hidup manusia, ia bisa ditekan, dipaksa oleh nafsu untuk "tutup mulut", atau bersembunyi karena pemiliknya terbiasa berbuat hal yang ditentangnya (Qur’an 83:14 , 22:46). Karena hilangnya suara asli nurani ini sehingga banyak ketidakjelasan dalam menilai mana benar mana salah, mana baik dan mana buruk, agama diturunkan Tuhan Pencipta manusia untuk mengingatkan hati nurani manusia kembali akan nilai2 asli yang disuarakannya akan kebaikan dan keburukan (Qur’an 7:172-173).
Sumber-sumber Islam (Al Qur’an dan Hadits) banyak menjelaskan ajaran-ajaran Islam tentang kebaikan dan kasih sayang, baik terhadap terhadap orang tua, anak-anak, sesama manusia (Qur’an 2:117, 4:36, 17:31-37), bahkan terhadap mereka yang berbeda agama (Qur’an 60:8-9), dan alam sekitar (Qur’an 11:61). Nabi pun diutus Tuhan untuk menyempurnakan budi pekerti sebagai rahmat bagi semesta alam (Qur’an 21:107, HR.Ahmad).
Dalam misinya menyebarkan kebaikan dan rahmat pada umat manusia, Islam diturunkan dengan kriteria yang membedakan perbuatan baik dan buruk (Qur’an 25:1) serta konsep keadilan (Qur’an 4:135, 5:58). Muslim diajarkan berbuat baik terhadap sesama tapi mereka juga diajarkan untuk tidak akan diam melihat kezaliman di depan mata (Qur’an 3:110). Sayangnya sikap tegas Islam terhadap kezaliman/kejahatan dalam penegakan keadilan ini sering dituduh sebagai sikap sewenang2 dalam bentuk kekerasan oleh orang-orang non-Muslim yang hanya peduli pada pelaku kejahatan tapi tidak peduli kepada korban kejahatan itu sendiri. Islam jelas melarang sikap zalim dan penyebaran kerusakan di muka bumi (Qur’an 26:183). Terorisme jelas dilarang dalam Islam dan hukum peperangan jelas dipaparkan dalam sumber2 Islam (Qur’an 17:33, 22:39, 2:190-192). Nabi sebelum pergi ke medan peperangan jelas2 melarang membunuh mereka yang tidak berperang, termasuk di dalamnya wanita, anak2, dan orangtua (HR.Bukhari).
Mereka yang menuduh Islam disebarkan dengan pedang dan bernafsu ingin menghabisi semua non-Muslim, seharusnya mempelajari lagi sejarah dunia yang terbentang di depan mata. Sebagai bukti tak terbantahkan, negara2 berpenduduk Muslim di Asia Tenggara, seperti Malaysia, Singapura, dan Indonesia yang kini mayoritas penduduknya Muslim, tidak pernah mengenal adanya invasi militer dahulu kala yang memaksa penduduknya masuk Islam. Sebaliknya sejarah mencatat sejarah kelam di Andalusia, Spanyol, ketika orang2 Islam dan Yahudi dipaksa murtad atau dibantai oleh penguasa Nasraninya dengan program Inquisition-nya. Sejarah mencatat pula berapa banyak orang2 Yahudi dari Spanyol karena ancaman Inquisition yang melarikan diri dan tinggal dalam kekhalifahan Islam.
Perbuatan penganut suatu agama tidak selalu berarti diajarkan dalam agamanya sendiri. Bila ada orang berbuat kezaliman dan kebetulan ia beragama Islam, janganlah Islam yang disalahkan. Apakah orang Nasrani rela kalau agamanya dituduh sebagai penyebab penjajahan dan perbudakan di muka bumi? Ataukah mereka rela kalau disamakan dengan Nazi karena Hitler kebetulan beragama Nasrani? Begitu pula pemeluk agama Yahudi, apakah mereka rela kalau agamanya dituduh sebagai penyebab pembantaian rakyat yang tak berdosa di Palestina? Dalam menilai hal yang sama, standar yang digunakan harus sama pula, bukan dengan standar ganda (double standards).
4. Kalau ajaran Islam tidak ada fungsinya dan tidak membawa manfaat, apakah Islam harus ditinggalkan?
Jelas kalau ada ajaran suatu agama yang kalau diterapkan akan membawa kepada kesengsaraan pada umat manusia, agama tersebut akan dipertanyakan kebenarannya. Contohnya, bila ada agama yang mengajarkan celebacy (tidak menikah) kepada pemeluknya, manusia tentunya sudah lama punah kalau mereka memeluknya.
Islam menempatkan manusia sebagai hamba ciptaan Tuhan yang tidak hanya memiliki aspek spiritual tetapi juga aspek fisikal. Islam mengajarkan pemeluknya untuk mencari kebahagian tidak hanya di akhirat tetapi di dunia ini tempat mereka hidup di bumi (2:201, 28:77). Islam tidak hanya menjelaskan latar belakang kita diciptakan sebagai manusia untuk hidup di dunia dan akhirat (2:30), tetapi juga petunjuk dalam mengarungi kehidupan. Tanpa informasi dari Pencipta manusia itu sendiri, manusia tidak tahu pasti akan arah dan tujuan hidupnya (Qur’an 51:56, 2:39). Tanpa adanya tujuan dan petunjuk hidup yang jelas, tidak ada standar penentu kebaikan dan keburukan, pada akhirnya akan terjadi kekacauan dimuka bumi (Qur’an 23:71).
Islam bukanlah agama baru yang muncul di dunia Arab 1400-an tahun yang lalu, tapi merupakan agama dari generasi ke generasi sejak diciptakan manusia pertama di muka bumi (Qur’an 2:213, 2:136, 13:30). Ia merupakan sistem yang komprehensif yang mencakup segala aspek kehidupan mulai dari urusan tingkat individu, keluarga, masyarakat bahkan negara. Dari hal yang mengatur hubungan dengan Tuhan (peribadatan, aqidah) dan hubungan dengan sesama manusia (akhlaq, muamalah). Dari urusan kebersihan, kesehatan, makan dan minum, pakaian, rumah, pendidikan, perniagaan/ekonomi, sosial, budaya, dlsb (Qur’an 13:28, 2:222, 2:168, 7:26, 28:71-73, 3:190, 35:28 3:112, 30:21, 49:13, dll).
Dengan Islam, masyarakat Arab jahiliah yang tidak beradab di zaman Nabi berhasil diubah menjadi masyarakat yang beradab dan mulia sampai pernah mencapai peradaban yang gemilang beratus abad lamanya dan maju dalam berbagai bidang keilmuan, hingga pernah menjadi kiblat peradaban bangsa-bangsa lain. Fakta ini sering dilupakan atau mungkin sengaja tidak disebut-sebut oleh orang-orang non-Muslim yang sering membawa hujatan-hujatan terhadap Islam.
5. Kalau ajaran Islam itu tidak universal, apakah harus ditinggalkan?
Suatu agama yang jelas2 disebut di dalam kitab sucinya bahwa ajarannya hanya diperuntukan kepada orang2 di suatu daerah tertentu atau pada masa tertentu, tidak akan applicable (dapat dipraktekkan) oleh orang-orang di daerah lain atau pada masa yang berbeda. Kalau kita orang Indonesia, sedangkan Islam dikhususkan untuk orang-orang Arab saja, mengapa lagi repot2 menganutnya? Begitu pula, kalau memang Islam menyebutkan ajarannya diperuntukkan hanya untuk sekelompok orang di zaman diturunkannya ribuan tahun yang lalu, mengapa harus menerapkan ajarannya di zaman modern yang sangat berbeda situasinya ini?
Kita anut Islam, karena sumber2 Islam (Al Qur’an dan Hadits) sendiri jelas menyebutkan ajarannya diperuntukkan untuk semua bangsa, tidak hanya orang Arab saja (Qur’an 4:1, 49:13) dan berlaku sampai akhir zaman (Qur’an 5:3, HR. Bukhari), tidak hanya untuk orang-orang di zaman ketika Nabi masih hidup saja (berdasarkan banyak pesan Nabi terutama dalam khutbah terakhir beliau). Meskipun garis-garis besar ajarannya telah termaktub di dalam dua sumbernya yakni Al Qur’an dan Hadits, pada situasi dan kondisi tertentu yang tidak ditemukan dasarnya di dalam kedua sumber tsb, upaya ijtihad (dengan perangkat ushul fiqh dan ilmu-ilmu lainnya) terbuka untuk dilakukan demi kemaslahatan umat manusia di mana saja dan kapan saja.
6. Apa kriterianya ayat2 suatu kitab suci bisa disebut sebagai suatu mu'jizat?
Kalau ada kitab suci yang diklaim sebagai wahyu dari Tuhan semesta alam yang ilmu-Nya jauh melampaui ilmu yang dimiliki manusia, tetapi isinya tidak berbeda atau dapat ditandingi dengan buku2 tulisan manusia, apa istimewa dan buktinya kitab suci ini dari Tuhan? Ayat2 Al Qur'an tidak hanya tinggi nilainya dalam keindahan sastra balaghahnya, tetapi juga dalam isinya. Dalam Al Qur'an (2:23-24), kita bisa jumpai tantangan terhadap orang2 yang meragukannya untuk membuat satu surat saja yang semisal dengannya. Dalam sejarah kita jumpai orang2 yang berusaha membuat ayat2 untuk menandingi Al Qur'an tetapi mereka gagal bahkan mengakui kegagalannya sendiri. Sejarah mencatat adanya orang2 yang paling ahli dalam sya'ir di zaman Nabi yang memeluk Islam setelah mencoba membuat sya'ir tandingan Qur'an tetapi kemudian mengakui kalah dengan ketinggian nilai sastra Al Qur'an (Sirah nawabiyyah, HR. Bukhari, HR. Muslim).
Dalam ayat lain (Qur’an 4:82) Al Qur'an menantang orang yang meragukannya agar menemukan kontradiksi2 di dalamnya untuk membuktikannya bukan berasal dari Tuhan (menarik untuk diketahui dari ribuan ayat Qur'an, kata "ikhtilafan", yang berarti "kontradiksi", yang digunakan dalam ayat tsb, hanya bisa ditemukan dalam satu lokasi yaitu dalam ayat itu sendiri!) Akhir2 ini bisa kita jumpai usaha2 misionaris2 Nasrani untuk menunjukkan banyak kontradiksi di dalam Al Qur'an. Kalau kita lihat tuduhan2 mereka, semua tuduhan tersebut tidak bisa dikatakan kontradiksi karena berbicara mengenai hal yang berbeda, atau dijumpai dalam konteks yang berbeda. Ada baiknya mereka mempelajari tuduhan2 mereka terlebih dahulu sebelum melontarkannya.
Al Qur'an memuat berita2 yang mengandung prediksi atau ramalan terhadap event yang akan terjadi, yang sebagian telah terbukti terjadi di zaman Nabi. Beberapa di antaranya adalah peristiwa menangnya Romawi terhadap Persia (30:1-5), penaklukan kota Mekkah (24:55), kemenangan kaum Muslimin dan berkuasanya mereka di muka bumi (24:55). Ketika dibacakannya ayat2 ini, mereka yang memusuhi Nabi mentertawai dan bahkan berani bertaruh bahwa ramalan tersebut tidak akan terjadi, sejarah mencatat ramalan2 ini sebagai suatu kebenaran yang benar2 terjadi.
Selain memuat berita2 mengenai status manusia sebagai ciptaan Allah SWT, asal usul manusia, tujuan mereka diciptakan di dunia, dan akan kemana mereka nanti setelah mati, Al Qur'an juga berisi ayat2 yang mengandung isyarat tanda2 kekuasaan Allah SWT yang bisa diobservasi oleh manusia di alam ini. Meskipun ilmu pengetahuan (sains) manusia terus berkembang dari masa ke masa dengan ditemukannya berbagai teknologi, ayat2 Al Qur'an tetap bisa diterima oleh manusia sejak dari zaman diturunkannya hingga zaman sekarang ini meskipun pemahaman sains mereka berbeda. Al Qur'an menyinggung apa2 yang ada di bumi (laut, daratan, gunung2, sungai), di atmosfir (awan, hujan, petir, badai, lapisan oksigen), dan di langit (bulan, matahari, planet, bintang, galaxy). Al Qur'an berbicara tentang makhluk2 ciptaan Allah yang hidup di muka bumi (manusia, jin, tumbuh2an, hewan), juga di luar bumi (Al Qur'an 42:29).
Akhir2 ini Al Qur'an membuat takjub banyak orang, Muslim dan non-Muslim, karena kesesuaian ayat2nya dengan sains saat ini yang masih belum ditemukan 1400 tahun yang lalu di zaman Nabi. Seperti Al Qur'an menjelaskan asal usul penciptaan alam semesta (21:30), pengembangan alam semesta (51:47), rotasi dan revolusi bumi (27:88), bulan dan matahari (21:33), kemungkinan penjelajahan angkasa (55:33), proses sequential penciptaan manusia (23:12-16), proses angin dalam penyerbukan tumbuhan (15:22), pembentukan formasi gunung2 sebagai penahan goncangan dari dalam bumi (31:10), adanya layer atmosfir yang memprotek bumi (21:32), komunikasi dunia hewan (27:18, 6:38), dlsb. Seperti kita tahu Nabi SAW bukanlah seorang scientist yang mendedikasikan hidupnya untuk penelitian dalam dunia sains. Hidup beliau penuh dengan suka duka perjuangan da'wah menyebarkan pesan2 Islam kepada manusia mengenai Allah SWT, serta makna dan tugas hidup mereka agar bisa hidup bahagia di dunia dan akhirat. Hal ini cukup untuk menjadi bukti mu'jizat ayat2 Al Qur'an yang tidak mungkin ditulis oleh beliau sendiri atau dibantu oleh manusia2 lain, sejak dulu hingga kini.
Dan orang-orang kafir Mekah berkata: "Mengapa tidak diturunkan kepadanya mu'jizat-mu'jizat dari Tuhannya?" Katakanlah: "Sesungguhnya mu'jizat-mu'jizat itu terserah kepada Allah. Dan sesungguhnya aku hanya seorang pemberi peringatan yang nyata.
Dan apakah tidak cukup bagi mereka bahwasanya Kami telah menurunkan kepadamu Al Kitab Qur'an sedang dia dibacakan kepada mereka? Sesungguhnya dalam Al Qur'an itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman. (Al Qur'an 29:50-51)
TULISAN INI BERSUMBER DARI http://mridha.blogspot.com